Ombudsman Nilai Pendidikan Selama Covid-19 tidak Efektif
BANDA ACEH – Proses pendidikan selama pandemi Covid-19 tidak berjalan efektif karena lemahnya fasilitas pendukung seperti jaringan internet, tidak semua wali murid memiliki smartphone, dan juga diperburuk dengan minat belajar yang rendah dari siswa.
Penilaian tersebut disampaikan Kepala Ombudsman Aceh, Dr Taqwaddin Husen yang menjadi salah seorang narasumber pada diskusi yang dilaksanakan secara virtual oleh Ombudsman Aceh, Rabu (10/6).
Menurut Taqwaddin, belajar secara daring hanya bisa diikuti oleh sebagian kalangan di kota. Lagipula, lanjutnya, belajar secara daring tidak bisa menggantikan posisi guru di kelas.
“Murid lebih bersemangat ketika berinteraksi secara langsung dengan guru di kelas,” kata Taqwaddin.
Selain Taqwaddin, diskusi virtual tersebut juga menghadirkan sejumlah narasumber lain, seperti Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs Rachmat Fitri MPA, Kakan Kemenag Banda Aceh, Dr H Asy’ari MSi, dan Kadisdikbud Banda Aceh, Dr Saminan Mpd.
Diskusi pendidikan yang dimoderatori oleh Ilyas Isti itu juga menampilkan Ketua Komisi VI DPRA, Tgk H Irawan Abdullah SAg dan Ketua Asosiasi Manajemen Pendidikan Islam, Dr Sri Rahmi selaku pengamat pendidikan.
Kadis Pendidikan Aceh, Rachmat Fitri saat diskusi virtual tersebut tidak menampik terhadap konsisi pendidikan di tengah pandemi Covid-19 yang tidak efektif.
“Catatan dari pihak Ombudsman akan menjadi perhatian bagi kami. Kita berharap, proses pendidikan tetap berjalan walau dalam keadaan apapun. Dalam kondisi tidak normal seperti ini kita berharap berbagai ide kreatif muncul untuk pembelajaran” kata Kadisdik Aceh yang akrab disapa Haji Nanda tersebut.
Hal yang sama juga diakui oleh Ketua Komisi VI DPRA, Irawan Abdullah.
Irawan munuturkan, saat ini pihaknya sedang membuat grand desain untuk pendidikan di masa new normal nantinya.
“Grand desain untuk pendidikan menuju ke arah new normal kita persiapkan bersama multistackholder. Perlu kami sampaikan bahwa untuk saat ini dana BOS bisa digunakan untuk proses pembelajaran secara daring” kata Irawan.
Irawan juga mengatakan, jika kondisi ini berkepanjangan, maka kita sudah mempersiapkan beberapa solusi. Seperti pelatihan guru untuk proses belajar secara daring dan penambahan tower untuk daerah terpencil.
“Hasil diskusi ini nantinya akan menjadi bahan masukan untuk kami di Komisi VI DPRA, ini sangat bagus karena kita sedang menyusun grand desain untuk menuju ke pendidikan new normal,” ujar Irawan.
Kepala Kantor Kemenag Banda Aceh, Dr Asy’ari memaparkan pihaknya tetap mengikuti petunjuk dari Kemenag.
“Untuk pembelajaran di era new normal, mungkin dengan sistem belajar selang-seling yang bertujuan untuk memperkecil jumlah siswa yang hadir,” sebut Asy’ari.
Kadis Pendidikan Banda Aceh, Dr Saminan mengungkapkan, selama pandemi ini pihaknya tetap bekerja melayani murid dengan berbagai sistem pembelajaran.
Ada yang dengan sistem online ada juga yang gurunya datang ke rumah-rumah peserta didik.
“Proses belajar mengajar tetap berjalan walaupun di masa pandemi Covid-19 tetapi dengan sistem yang berbeda, yaitu tidak ada tatap muka. Salah satu cara adalah melalui pembelajaran online. Sedangkan bagi peserta didik yang tidak memiliki smartphone didatangi guru ke rumah,” kata Saminan.
Saminan juga menjelaskan, Disdik Banda Aceh melakukan polling untuk guru, siswa, dan wali murid.
“Hasilnya, 49% meminta agar sekolah dilanjutkan secara tatap muka namun tetap dengan protokol kesehatan, 35% tidak setuju, dan sisanya 16% tidak tau,” tambah Saminan.
Ketua Asosiasi Manajemen Pendidikan Islam se-Indonesia, Dr Sri Rahmi memaparkan, saat ini yang dijalankan oleh dunia pendidikan pada unumnya adalah protokol kesehatan, bukan protokol pendidikan.
“Belajar dari rumah itu protokol kesehatan, protokol pendidikannya mana?” tanya Sri Rahmi dengan nada menggugat.
Rahmi juga berharap adanya indikator untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan SPP, ini supaya ada kejelasan.
“Untuk PPDB dan pembayaran SPP harus ada kejelasan karena banyak wali murid yang dililit krisis ekononi. Di sisi lain, sekolah swasta pendapatannya adalah dari SPP,” tandas Rahmi.
Pihak Ombudsman berharap, layanan pendidikan di Aceh harus ditingkatkan dan harus berjalan dengan tetap memperhatikan situasi dan keadaan.
“Proses Belajar Mengajar (PBM) tetap harus berjalan untuk mencerdaskan anak bangsa. Anggaran pendidikan cukup besar, tetapi tingkat pendidikan kita masih rendah,” ujar Taqwaddin mengakhiri diskusi tersebut. (SERAMBINEWS.COM)