Banda Aceh – Bertepatan Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) Aceh ke-63, Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Banda Aceh melaunching atau meluncurkan program gerakan sehari berbudaya pasti Aceh (Sedati).
Peluncuran program gerakan Sedati Aceh dilakukan dan diresmikan Asisten I Bidang Pemerintah Pemerintah, Kota Banda Aceh, Bachtiar S.Sos yang mewakili Penjabat Walikota Banda Aceh, Bakri Siddiq, SE, M.Si bertempat di aula UPTD Tekkomdik, Disdikbud Banda Aceh, Jumat (2/9/2022).
Bachtiar mengatakan, Pemerintah Kota Banda Aceh mendukung sepenuhnya program gerakan Sedati ini. ‘Mudah-mudahan gerakan berbudaya ini bukan sehari, tetapi bisa seterusnya,” ujarnya.
Peresmian peluncuran gerakan Sedati Disdikbud Banda Aceh ini ditandai dengan pemukulan rapa’i secara serentak oleh Asisten I Bidang Pemerintahan Kota Banda Aceh, Bachtiar, S.Sos, Kadisdikbud Banda Aceh, Sulaiman Bakri, Wakil Ketua DPRK Banda Aceh, Isnaini Husda dan sejumlah tokoh budaya dan pejabat di Disdik Banda Aceh.
Kepala Disdikbud Banda Aceh, Sulaiman Bakri, S.Pd, M.Pd menyebutkan, program gerakan Sedati Aceh dibuat untuk mengimplementasikan program yang memang dicanangkan oleh pemerintah pusat sekarang ini.
Ia berharap tidak mempersalahkan dulu kekurangan-kekurangan yang ada, tetapi mendukung niat kegiatan program Sedati sudah dimulai. Semua stakeholder untuk bisa membantu, sehingg bisa dilaksanakan di sekolah-sekolah.
Sulaiman menyebutkan, pelaksanaan program gerakan Sedati untuk pembiasaan berbahasa dan berbudaya Aceh di sekolah-sekolah mulai PAUD, SD hingga SMP di Banda Aceh.
Katanya, gerakan Sedati direncanakan dilaksanakan sehari dalam sepekan pada setiap hari Kamis. Pada hari tersebut guru, siswa berbahasa Aceh di sekolah.
“Pada awalnya kita buat dulu bisa semuanya berbahasa Aceh. Bicara dengan bahasa Aceh sehari dan pakaian serta makanan Aceh,” ujar Sulaiman secara terpisah melalui Kepala Bidang SMP Disdikbud Banda Aceh, Evi Susanti, S.Pd, M.Si.
Ia meminta semua kepala sekolah untuk mendukung kegiatan ini dan juga jangan dipaksakan orang tua siswa serta merta membeli baju Aceh.
Tetapi, katanya, perlu dulu semua bisa berbahasa Aceh. Ini pelan-pelan dan serius dilaksanakan, sehingga bisa menjadi contoh bagi daerah lain. “Kita tidak ingin masyarakat membayangkan berat. Sulit dan menambah beban orang tua, jangan itu yang terbentuk minsetnya,” katanya.
“Kita ingin generasi sekarang ini di era globalisasi yang pemikiran dan pengetahuan sudah mendunia, tapi nilai-nilai luhur budaya jangan sampai hilang, pupus dan tertinggal,” ujarnya.
Untuk itulah, sebut Evi Susanti Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banda Aceh, menginisiasi program ini untuk menjawab merdeka belajar yang merupakan program Kementerian Pendidikan,Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) dan harapan Pj Walikota Banda Aceh. (posaceh.com)